Belakangan ini istilah FOMO atau Fear of Missing Out sedang marak digunakan di internet. Meski banyak berseliweran di berbagai media sosial, nyatanya tak sedikit pula yang masih belum mengetahui arti FOMO itu sendiri.
Singkatnya FOMO adalah fenomena yang berkaitan dengan perasaan takut tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas atau tren tertentu. Dalam hal ini istilah FOMO sering dikaitkan kepada seseorang atau individu yang secara tiba-tiba tertarik mengikuti sesuatu yang sedang viral di media sosial.
Meski begitu, nyatanya istilah FOMO sudah dipopulerkan sejak tahun 2004 oleh Patrick James McGinnis. Dia menggunakan istilah FOMO untuk menjelaskan situasi tentang dirinya saat berkuliah di Harvard. Pada saat itu, McGinnis harus mengikuti berbagai macam acara dan kegiatan kampus.
McGinnis merasa lelah dengan kehidupan kampusnya, tetapi dia menganggap bahwa kehadirannya sangat penting. Berbagai benturan perasaan mengakibatkan McGinnis sering merasa cemas dan takut melewatkan momentum apapun. Berdasarkan pengalaman tersebut, dia mengambil kesimpulan bahwa FOMO berkaitan dengan rasa cemas dan khawatir yang berlebihan.
Kemudian istilah FOMO semakin meluas seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Terlebih lagi di era digital seperti sekarang ini, munculnya berbagai aplikasi media sosial baru dapat memicu terjadinya fenomena FOMO.
Sebagai contoh, saat ini sedang ramai tentang Timnas Indonesia U-23 setelah berhasil mencatatkan sejarah sebagai tim debutan yang mampu mencapai semifinal. Alhasil terjadilah lonjakan antusiasme yang meluas yang tidak hanya terjadi di stadion, tetapi juga menjalar ke media sosial.
Artikel ini tidak bermaksud untuk mengurangi euforia atau kebanggaan atas prestasi Timnas, tetapi lebih untuk membuka diskusi tentang bagaimana kita, sebagai masyarakat, ikut merasakan dan merayakan momen besar tersebut khususnya di media sosial.
Sumber foto: pssi.org |
Sebagian orang menganggap sepak bola bukan hanya sekedar permainan, tetapi juga menggambarkan identitas nasional suatu negara yang menjadi sebuah kebanggaan. Sebagai tim yang sedang berkembang, tentunya dukungan dari berbagai pihak, termasuk suporter sangat diperlukan untuk kemajuan Timnas.
Sayangnya, di balik dukungan yang masif ini, tersembunyi fenomena FOMO yang seringkali tidak disadari. Perasaan takut ketinggalan sesuatu menjadi suatu dorongan psikologis yang membuat seseorang mau tidak mau harus terhubung dengan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain, dan ini menjadi sangat kuat dalam konteks sepak bola.
Fenomena FOMO mendorong penggemar untuk terus berpartisipasi secara aktif dalam setiap obrolan di internet, dengan tujuan agar mereka tidak ketinggalan tentang update terbaru tentang tim yang didukungnya. Sebagian besar bahkan mengikuti segala informasinya tapi tidak untuk menikmati permainan, melainkan demi menghindari rasa terisolasi dari orang-orang atau komunitas disekitarnya.
Alhasil banyak orang terdorong untuk mengikuti euforia di media sosial, meski disisi lain mereka tidak memiliki pemahaman mendalam tentang apa yang mereka ikuti tersebut. Fenomena FOMO tidak hanya mempengaruhi penggemar berat, tetapi juga mereka yang kurang paham atau bahkan tidak tertarik dengan sepak bola sebelumnya.
Ketika Timnas Indonesia U-23 berhasil melaju ke babak semifinal Piala Asia U-23 2024, menjadi puncak dari fenomena FOMO dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Antusiasme tersebut terlihat dari banyaknya acara nonton bareng (nobar) yang diselenggarakan di berbagai daerah di Indonesia.
Namun ketika Timnas U-23 gagal melaju ke partai final serta gagal merebut tiket ke Olimpiade Paris 2024. Hal tersebut tidak disambut baik oleh sebagian besar penggemar yang sudah menaruh ekspektasi cukup tinggi.
Padahal sebelum turnamen dimulai, target awal yang harus dicapai yaitu lolos dari fase grup. Namun karena adanya momentum yang dibarengi fenomena FOMO membuat banyak pendukung menaruh harapan lebih. Tanpa mereka sadari, keinginan untuk tidak melewatkan momen tersebut lebih penting daripada substansi sebenarnya dari apa yang dirayakan.
Kemudian mereka yang merasa kecewa dengan hasil akhirnya berubah menjadi keyboard warrior. Istilah keyboard warrior merujuk pada bentuk pelampiasan emosi saat menggunakan media sosial dengan melontarkan kalimat-kalimat pedas.
Hal ini bisa dilihat dari banyaknya komentar-komentar negatif di media sosial yang kerap kali dilontarkan oleh para keyboard warrior untuk menyerang berbagai pihak, baik itu pihak internal maupun eksternal yang dirasa menjadi penyebab dari kegagalan tersebut.
Akibat adanya benturan antara keinginan untuk tidak ketinggalan dengan kebutuhan untuk menikmati momen-momen tersebut secara sehat, membuat euforia ini tidak bisa dirasakan secara penuh khususnya oleh si penggemar sejati.
16 comments
Fomo tuh kadang menjebak emang.. in anything yaa.. kalo lagi trend pengennya emang suka ikut biar ip to date sama yg lagi rame.. kalo misalnya kaya ngtweet timnas pas lagi rame termasuk fomo ga sih hahaha
kayaknya yang biasanya gak nonton bola jadi ikutan nonton biar bisa ikutan nimbrung juga, FOMO gitu deh ya.